MATADUNIA ONLINE | DEN HAAG - Reaksi pro dan kontra muncul di Belanda setelah surat kabar terkemuka Financieele Dagblad mewawancarai Duta Besar RI untuk Belanda, Junus E Habibie, menjelang kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Negeri Kincir Angin itu pada 6-9 Oktober.
Petikan wawancara yang disiarkan pada Kamis (23/9/2010) lalu oleh surat kabar tersebut, menurut koresponden Kompas, Denny Sutoyo-Gerberding, di Den Haag, memancing reaksi pemimpin partai garis keras Belanda, Geert Wilders.
Habibie, dikutip oleh Financieele Dagblad, mengkhawatirkan Presiden Yudhoyono bisa-bisa batal hadir di Belanda andaikata Wilders berhasil ”memaksakan” pemikirannya yang keras (terhadap Islam) ke dalam garis kebijakan kabinet Belanda yang baru.
Partai Kebebasan (PVV) pimpinan Wilders berhasil menduduki posisi ketiga besar terbanyak dalam pemilihan umum Belanda belum lama ini. PVV bahkan mengungguli Partai Kristen Demokrat yang dipimpin perdana menteri berkuasa di Belanda saat ini, Jan Peter Balkenende.
”Suasananya memang tidak begitu menggembirakan,” ungkap Habibie, seperti dikutip surat kabar tersebut.
Suara terbanyak dalam pemilu Belanda kali ini diraih oleh Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) sebanyak 22,5 persen, disusul Partai Buruh (PvDA) 19,6 persen, dan Partai Kebebasan 15,5 persen. Sementara itu, partai berkuasa, Kristen Demokrat (CDA), malah hanya menduduki posisi keempat dengan 13,6 persen.
Apabila kabinet baru Belanda itu mengikuti garis politik yang keras terhadap Islam, kata Habibie, hal itu bisa mempersulit hubungan kedua negara. Habibie, dikutip Financieele Dagblad, "yakin SBY tidak akan bersedia bertemu dengan Wilders”.
Wilders marah
Menanggapi pernyataan yang dikutip Financieele Dagblad tersebut, Geert Wilders marah. ”Saya pikir hal itu tidak pantas dikatakan oleh seorang duta besar,” ungkap Wilders.
Ia mendesak Menteri Luar Negeri (demisioner) Maxime Verhagen mempertanyakan hal itu kepada Habibie, apakah pernyataan tersebut bersifat pribadi atau posisi dari Pemerintah Indonesia.
”Jika benar itu atas nama Pemerintah (RI), harus ada konsekuensi diplomatik yang diambil supaya orang Indonesia tidak terlalu nyaring bernyanyi,” kata Wilders dalam surat kabar tersebut.
Sesuai permintaan Wilders, Verhagen pun kemudian menemui Habibie hari Sabtu lalu, yang diikuti persetujuan bahwa Habibie menarik kembali pernyataannya, terutama yang menyinggung pemilih Partai Kebebasan.
Verhagen dan Habibie juga bersepakat tidak membesar-besarkan masalah ini di luar proporsinya. Pemerintah Belanda, menurut Verhagen, sudah mempersiapkan segala sesuatunya dan sangat mengharapkan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sementara itu, partai berkuasa yang kalah pemilu, Kristen Demokrat, melalui juru bicaranya, HJ Ormel, mengatakan, ”Pernyataan Dubes Habibie bisa dimengerti karena Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia meskipun ia seyogianya tidak mengkritik pemilih Belanda, seperti juga Belanda tidak seyogianya mengkritik pemilih di Indonesia.”
Partai Sosialis (SP) berpendapat, CDA terlalu longgar sikapnya kepada Habibie. ”Kabinet seharusnya lebih kritis terhadap masalah situasi hak asasi manusia di dalam negeri Indonesia, misalnya di Maluku dan Papua. Inilah batu ujian yang sebenarnya,” kata Partai Sosialis.
Meskipun demikian, cukup banyak reaksi di Belanda dan dunia internasional yang menganggap kehadiran Wilders ”mencemarkan kancah politik Belanda”.
Instituut Clingendael, institut diplomatik di Belanda, misalnya, telah mengadakan jajak pendapat. Hasilnya pun seperti itu.
Intinya, jika kabinet terbentuk melalui dukungan partai Wilders, hal ini akan mencoreng nama baik Belanda di dunia internasional. Demikian menurut jajak pendapat tersebut. (Kompas) (Photo. Tedi Yusup)
0 komentar