MATADUNIA ONLINE PBB - Korea Utara hari Rabu berjanji memperkuat senjata nuklirnya karena ancaman dari AS, dan tidak akan pernah meninggalkan kekuatan penangkalnya itu.
Pernyataan itu, yang merupakan pukulan baru bagi upaya internasional untuk membujuk Korea Utara kembali ke meja perundingan perlucutan senjata nuklir, disampaikan pada sidang Majelis Umum PBB dalam pidato langka oleh seorang menteri Korea Utara di kancah dunia.
Wakil Menteri Luar Negeri Pak Kil Yon mengatakan kepada majelis, "Selama kapal induk nuklir AS berlayar di sekitar laut negara kami, kekuatan penangkal nuklir kami tidak akan pernah ditinggalkan, namun harus semakin diperkuat."
"Ini adalah pelajaran yang kami ambil," katanya.
Pak mengatakan, Korea Utara menentang perluasan nuklir namun tanpa bom atomnya, "Semenanjung Korea akan diubah menjadi ajang perang puluhan kali, sehingga menghancurkan perdamaian dan keamanan regional."
Ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan meningkat dengan tenggelamnya kapal angkatan laut Korea Selatan Cheonan pada Maret lalu.
Pyongyang juga menjadi sorotan internasional dengan pengangkatan putra bungsu Kim Jong-Il dalam posisi untuk menggantikan ayahnya yang sakit itu.
Pak menuduh pemerintah Seoul memulai atmosfir perang melalui kolusi dengan pasukan asing.
Korea Selatan dan AS hari Senin meluncurkan latihan bersama anti-kapal selam -- yang terakhir dari serangkaian latihan sejak tenggelamnya kepal Seoul itu.
Menteri Korea Utara itu mengatakan, "Korea Selatan telah diminta tidak menciptakan ketegangan di semenanjung Korea dengan melakukan latihan-latihan perang dengan pasukan luar dan memburu pendekatan konfrontasi."
Ketegangan di semenanjung Korea meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo kapal perang Seoul itu, yang menewaskan 46 orang.
Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu dan mengancam melakukan pembalasan atas apa yang disebutnya latihan perang provokatif Korea Selatan yang dilakukan sebagai tanggapan atas insiden kapal tersebut.
Latihan itu, yang melibatkan 4.500 prajurit, 29 kapal dan 50 jet tempur, merupakan salah satu dari serangkaian latihan terencana dalam beberapa bulan ini, beberapa diantaranya dilakukan dengan AS, sekutu Seoul, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.
Kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam pada 26 Maret di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.
Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.
Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.
Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.
Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.
Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".
Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.
"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.
Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (Antara News) (Photo. Getty Images)
0 komentar