MATADUNIA ONLINE - Usulan kenaikan anggaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri sebesar Rp60 miliar mendapat sambutan dari politisi berbagai partai di DPR. Namun, mereka membuat catatan, yaitu alokasi dana itu harus proporsional.
Sebab menurut politisi PDIP Gayus Lumbuun, Densus 88 bukan satu-satunya lembaga yang memonopoli pemberantasan terorisme. Ada berbagai Detasemen yang terlibat dalam pemberantasan terorisme, seperti Densus 81 di Angkatan Darat, Denjaka di Angkatan Laut, dan Detasemen Bravo di Angkatan Udara.
"Saya setuju asal proporsionalitasnya diperhatikan. Jadi, jangan Densus 88 saja," kata Gayus di gedung DPR, Selasa 28 September 2010. Peningkatan anggaran dianggap penting mengingat terorisme bukan kejahatan biasa, melainkan kejahatan luar biasa yang harus dimusuhi bersama.
Politisi PKS Fakhri Hamzah juga setuju kenaikan anggaran tersebut, asalkan dananya benar-benar berasal dari APBN bukan dari bantuan asing.
Fakhri khawatir jika asing ikut mendanai pemberantasan teroris di dalam negeri, nantinya akan merugikan Indonesia sendiri. "Kita takut mereka tidak hanya melakukan pelatihan semata. Perlu diwaspadai mereka membeli alat sadap, misalnya yang membahayakan keamanan negara," katanya.
Usul penambahan anggaran ini pertama kali dilontarkan Partai Golkar. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menilai tugas pemberantasan terorisme yang dilakukan Densus 88 Polri tidak diimbangi dengan dana yang memadai. Untuk itu Golkar melalui Badan anggaran akan memperjuangkan penambahan dana bagi pasukan anti-teror itu.
"Jumlah dana minim. Saya ketahui dana Densus di RAPBN cuma Rp9 miliar per tahun. Ini harus diatasi," kata Aburizal. (hs)
0 komentar