Bambang meyakini penyerangan tersebut memang sudah direncanakan dan memiliki tujuan tertentu. “Tidak aksi balas dendam. Yang pasti mereka memang sudah punya konsep assasination. Akan menggunakan kekerasan terhadap aparat. Khususnya pejabat tertentu dan juga anggota-anggota Polri. Juga pos-pos TNI tertentu yang terpencil,” kata Bambang, di Kantor Kepresidenan, Rabu, 22 September 2010.
Kapolri memastikan pelakunya adalah kelompok teroris yang pernah berlatih di Aceh. Kegiatan mereka tidak terlepas dari rangkaian kegiatan pelatihan di berbagai kota seperti di Bandung dan Medan. Mereka juga menyiapkan anggaran pembelian senjata, dan aktivitas-aktivitas tertentu.
Penyerangan oleh sekitar 15 orang pukul 01.00 dini hari tersebut mengakibatkan tewasnya tiga personel di Polsek Hamparan Perak. Ketiga polisi yang tewas akibat serangan itu adalah Bripka Riswandi, Aipda Deto Sutejo dan Aiptu Bait Sinulingga.
Menurut Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumut, Inspektur Jenderal Oegroseno, penyerangan dilakukan tiba-tiba. "Enam sepeda motor, masing-masing ada yang berboncengan dua orang, ada yang tiga orang langsung masuk halaman Polsek dan melakukan penembakan," ujarnya saat dihubungi, Rabu 22 September 2010.
Saat ini, tambah dia, 200 personel Brimob masih memburu para pelaku. Penyerangan tersebut, kata Oegroseno, belum ada indikasi dengan terkait perampokan CIMB Niaga. Apalagi, tak ada CCTV yang merekam kejadian tersebut.
Meski begitu, ada saksi mata yang sempat menyaksikan insiden tersebut. Lindung Ginting, seorang warga yang tinggal tepat di sebelah kiri Polsek, menuturkan, sekitar pukul 00.43 muncul iring-iringan motor masuk ke halaman Polsek. "Awalnya ada lima sepeda motor dari arah Tandem [lokasi penggerebekan Densus di Deli Serdang]. Aku pikir itu patroli habis tangkap teroris," kata Lindung, Rabu 22 September 2010.
Tiba-tiba, ia mendengar suara rentetan tembakan. "Aku tiarap dekat drum. Yang aku lihat saat mereka keluar Polsek. Mereka menembakkan satu tembakan terakhir di udara."
Lindung mengaku melihat gerombolan penyerang menggunakan jaket dan helm. Mereka tak memakai penutup muka. "Mereka santai, keluarnya santai, mereka di dalam sekitar 5 menit. Waktu masuk mereka juga nampak santai."
Setelah melihat motor penyerang berlalu, Lindung mengaku tak langsung ke Polsek. Dia memilih bertahan di rumah. "Aku dengar suara.. Lingga mati..Lingga mati."
Belakangan diketahui Lingga atau Bait Sinulangga, polisi yang paling tinggi pangkatnya saat itu, mendapat empat tembakan yang tersebar di dada, lengan dan pinggang. Sedangkan Deto kena tembak di dada. Riswandi yang paling parah, mendapat sembilan luka tembak di dada dan satu di kepala. "Semuanya mematikan," kata Iskandar.
***
Meski menyatakan belum ada indikasi insiden tersebut terkait dengan perampokan di bank CIMB Niaga, Oegroseno mengakui cara penyerangan di markas Polsek itu mirip. "Mereka cukup gesit. Waktu penyerangan tidak sampai 10 menit."
Para penyerang, kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri, Irjen Iskandar Hasan, menggunakan senjata jenis SS-1, M16 dan AK 47. Dia menduga mereka sudah menjalani latihan sebelum melakukannya. Iskandar yakin serangan tersebut terkait dengan penangkapan perampok bank CIMB Niaga, tiga hari sebelumnya. Jaringan teroris itu ingin menunjukkan bahwa mereka masih ada. "Karena kami tangkap mereka, mereka tunjukkan eksistensinya."
Keyakinan polisi tidak hanya datang dari pola serangan. Selongsong peluru yang ditemukan di markas Polsek Hamparan Perak identik dengan yang digunakan perampok Bank CIMB Niaga. "Ada tiga jenis senjata. Ini kaitannya dengan CIMB," kata Iskandar.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto meminta semua pihak tidak menganggap remeh penyerangan tersebut. "Yang jelas saya memerintahkan kepada Kapolri dan jajaran terkait TNI seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menanggulangi tindakan-tindakan teroris seperti ini."
Dia juga meminta semua polsek dan polres meningkatkan kewaspadaan. Berkaitan dengan imbauan Djoko, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Sutarman langsung menginstruksikan Polsek-polsek di wilayah Jawa Barat untuk bersiaga. Tidak hanya itu, bahkan Sutarman pun memerintahkan petugas di Polsek untuk mempersenjatai diri.
“Untuk antisipasi, saya telah intruksikan hal itu hingga ke pospol-pospol,” ujar Sutarman setelah acara Analisa dan Evaluasi Operasi Ketupat Lodaya 2010 di Mapolda Jawa Barat, Rabu (22/9).
Peningkatan kesiagaan, tampaknya memang mau tidak mau harus dilakukan polisi. Sebab, seperti dikatakan pakar terorisme, Al Chaidar, penyerangan terhadap markas Kepolisian Sektor Hamparan Perak, adalah bukti bahwa polisi menjadi target terorisme. “Sejak 2009 diputuskan bahwa kepolisian jadi target selain Amerika Serikat."
Hal itu, ujar dia, merupakan fatwa ulama lokal yang jadi rujukan kelompok teroris. Mereka sebenarnya sudah lama mengajukan polisi sebagai target, namun saat itu belum disetujui oleh ulama-ulama rujukan mereka. "Kini akan terjadi perang gerilya, mereka tak lagi dikejar-kejar. Mereka akan mengejar."
Meski sebagian gembong teroris telah dilumpuhkan bahwa tewas dalam penyerbuan polisi, Al Chaidar yakin jaringan terorisme di Indonesia belum mati. Tewasnya pimpinan tidak melumpuhkan organisasi. Selalu ada pemimpin baru. "Itu salah satu mekanisme rigid kuat kepengurusan mereka."
Siapa yang mengendalikan aksi teror pasca tewasnya beberaoa gembong, seperti Noordin M Top dan Dulmatin? "Untuk wilayah Sumatera Abu Tholut, untuk seluruh Indonesia masih Zulkarnaen," kata Al Chaidar.
Sebelumnya, polisi juga mengaitkan para perampok PT Bank CIMB Niaga di Medan dengan pelatihan di Aceh dan Jawa Barat di bawah kendali Abu Tholut atau Mustofa.
Mustofa, kata Kapolri, adalah Mantiki atau pimpinan wilayah jaringan teroris untuk Aceh dan Sumatera Utara. Pria tersebut, yang juga memiliki nama alias Imron, merupakan mantan narapidana teroris yang terlibat peledakan bom di Atrium Senen, Jakarta pada 2001.
0 komentar