Menurut dia, tradisi turun temurun itu masih berlangsung hingga kini dengan tujuan sebagai ungkapan rasa syukur atas datangnya bulan suci Ramadhan serta selesainya pembacaan Al Qur'an oleh warga setempat.
Dalam acara selamatan khataman itu dilaksanakan setelah habis berbuka dan salat maqrib. Seluruh warga berkumpul di Masjid Al Muhajirin yang terletak di tengah pemukiman warga muslim yang didominasi suku Bugis, Madura, dan Bali itu.
Biasanya secara bergiliran seluruh warga menyiapkan tumpeng atau selamatan untuk dibawa ke masjid sebagai bagian dari keseluruhan perayaaan selamatan khataman Al Qur'an. Nasi tumpeng itu kemudian disantap bersama oleh seluruh warga maupun jamaah yang datang ke Masjid. "Makannya bersama-sama dalam satu tumpeng sampai habis. Di sinilah rasa nimatnya dan terbangun rasa kebersamaan diantara warga muslim," kata Maulana.
Acara makan bersama itu selama bulan Ramadhan berlangsung selama tiga kali. Pertama pada hari ke-10 puasa, dilanjutkan pada hari ke-20 dan ketiga pada hari terakhir bulan yang bagi umat muslim merupakan bulan penuh berkah itu. Hal sama disampaikan Yusuf, tokoh warga muslim Kepaon lainnya, yang menyebutkan bahwa tradisi megibung itu bertujuan memupuk rasa persatuan di antara warga muslim maupun di luar mereka.
Apalagi, sebenarnya hubungan warga muslim dengan warga Bali umumnya sudah terjalin cukup akrab sejak lama. Hal itu ditandai dengan jalinan kerja sama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan yang melibatkan semua warga dan dari berbagai kalangan. "Makanan dalam tumpeng berbentuk gunungan di sekelilingnya terdapat berbagai jenis makanan menjadi simbol bahwa manusia diharusan mencari rezeki dunia namun senantiasa wajib menanamkan persaudaraan, persatuan dan perdamaian," kata Yusuf. (republika)