MATADUNIA ONLINE | YOGYAKARTA - Berbekal semangat, ketekunan, dan kreativitas selama 20 tahun, Sugito dan Juminah merengkuh sukses dari batik lukis. Batik lukis pasangan suami istri itu kini dicari pengoleksi baik lokal maupun mancanegara.
Beberapa desainer dan artis nasional seperti Ivan Gunawan, Maudi Kusnadi, Farhan dan Ida Royani adalah pelanggan batik lukis Sugito dan Juminah sebagai bahan untuk pembuatan baju.
“Modal yang saya punyai adalah kreativitas menciptakan sebuah motif batik yang berbeda dengan batik yang telah ada. Dengan kreativitas model batik yang berbeda ini tidak akan ditiru oleh orang lain. Batik hasil karya saya lebih banyak beraliran batik ekspresionis,” ujar Sugito saat ditemui di kediamannya, Dusun Gunting, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Semula Sugito melayani permintaan konsumen dibantu istri dan keluarga. Namun, seiring meningkatnya permintaan, Sugito mulai merekrut tetangga untuk jadi pegawai.
“Sejak tahun 90-an, usaha yang saya rintis berkembang pesat, dengan pangsa pasar Solo dan Bali,” jelasnya, Selasa 15 Juni 2010.
Pasca-krisis ekonomi dan juga terjadinya bom Bali pertama, Sugito mengaku pesanan batik lukis mengalami penurunan. Namun, permintaan membaik setelah kepercayaan dunia internasional pada Indonesia mulai naik.
“Dari pasar yang semakin baik itu, kami juga mengembangkan batik fashion yang permintaanya juga tidak kalah banyaknya dengan pesanan batik lukis,” tandas kakek dengan satu cucu ini.
Modal Rp 20 Ribu
Sugito menyatakan usaha yang dirintisnya sejak tahun 1980-an ini berawal saat dirinya bekerja sebagai disainer salah satu perusahaan batik yang ada di Yogyakarta. Dari pengalaman mendesain kain bahan baku batik itu lah terbesit pikiran untuk memulai usaha sendiri.
Juminah lalu menceritakan saat itu usaha mereka hanya bermodal Rp 20 ribu untuk dibelikan kain sebagai bahan utama untuk membuat batik lukis. “Uang Rp 20 ribu itu dapat 8 potong kain untuk dilukis oleh suami saya,” kata Juminah.
Dari 8 potong kain itu, mulailah usahanya berkembang karena banyak pesanan yang masuk dan terus berkembang hingga pangsa pasarnya sampai ke Solo, Bali bahkan negara-negara di Eropa maupun Amerika. Kini omszet usaha ini mencapai Rp 70 juta per bulan.
“Untuk pemesanan lokal khususnya Solo dan Bali dalam setiap bulannya mencapai 1.500 lembar kain batik lukis. Namun saya hanya bisa memasok dalam kisaran 750 hingga 1.000 lembar kain batik lukis,” tandasnya.
Juminah menyatakan dengan usahanya saat ini yang semakin berkembang, kerajinan batik lukis yang telah dirintisnya mampu menampung 24 tenaga kerja yang sebagian besar adalah tetangganya sendiri. Jika ada pesanan yang banyak, jumlah 24 tenaga kerja itu dirasa masih kurang. (umi)
Dari 8 potong kain itu, mulailah usahanya berkembang karena banyak pesanan yang masuk dan terus berkembang hingga pangsa pasarnya sampai ke Solo, Bali bahkan negara-negara di Eropa maupun Amerika. Kini omszet usaha ini mencapai Rp 70 juta per bulan.
“Untuk pemesanan lokal khususnya Solo dan Bali dalam setiap bulannya mencapai 1.500 lembar kain batik lukis. Namun saya hanya bisa memasok dalam kisaran 750 hingga 1.000 lembar kain batik lukis,” tandasnya.
Juminah menyatakan dengan usahanya saat ini yang semakin berkembang, kerajinan batik lukis yang telah dirintisnya mampu menampung 24 tenaga kerja yang sebagian besar adalah tetangganya sendiri. Jika ada pesanan yang banyak, jumlah 24 tenaga kerja itu dirasa masih kurang. (umi)
0 komentar