MATADUNIA ONLINE - Pemerintah Amerika Serikat melayangkan permohonan maaf Jumat kemarin waktu setempat atas tindakan sejumlah ilmuwan AS yang dengan sengaja menyebarkan penyakit kelamin sifilis di Guatemala, 60 tahun lalu. Tindakan kejam itu dilakukan antara tahun 1946-1948 sebagai bagian kegiatan riset--atas nama ilmu pengetahuan.
Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan Menteri Kesehatan dan Pelayanan Publik Kathleen Sebelius dalam pernyataannya menyebut tindakan tersebut "tercela".
"Kami sangat menyesalkan kejadian tersebut. Kami mohon maaf untuk semua orang yang menjadi korban penelitian menjijikkan seperti itu," kata Clinton dan Sebelius dalam pernyataan bersama, seperti dimuat situs CNN, Sabtu, 2 Oktober 2010. "Penelitian itu tidak menunjukkan nilai-nilai Amerika dan komitmen kami untuk menjunjung tinggi martabat manusia dan rasa hormat mendalam pada rakyat Guatemala."
Presiden AS, Barack Obama juga telah menelepon Presiden Guatemala, Alvaro Colom untuk menyampaikan permohonan maaf serupa.
"Meski ini terjadi 64 tahun lalu, ini adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia," kata Colom.
Ditambahkannya, sebelum Obama, Clinton telah meneleponnya Kamis lalu untuk meminta maaf dan menyatakan rasa malunya bahwa AS pernah terlibat dalam hal semacam itu. Clinton juga menanyakan apakah Guatemala akan menempuh langkah hukum terkait ini.
Penelitian penyakit kelamin menular yang dilakukan saat itu bertujuan untuk mengkaji efektivitas penisilin untuk mengobati atau mencegah sifilis setelah subyek terinfeksi. Penisilin adalah obat yang relatif baru pada saat itu. Penelitian juga dilakukan untuk penyakit gonorea atau kencing nanah, dan chancres atau luka di daerah kelamin.
Pengujian dilakukan pada pelacur, narapidana di lembaga pemasyarakatan, pasien di rumah sakit jiwa nasional, dan tentara. Menurut penelitian, lebih dari 1.600 orang terinfeksi: 696 sifilis, 772 gonorea, dan 142 chancres.
Adalah peneliti Wellesley College, Susan Reverby yang menguak kasus ini secara tak sengaja. Ini bermula dari penelitian kasus serupa di Tuskegee, Alabama pada 1932-1972, saat itu 400 warga kulit hitam AS mengidap sifilis dibiarkan tanpa pengobatan. Meski tak sengaja memasukkan kuman sifilis, para peneliti tak memberitahukan soal penyakit itu pada para penderita.
Riset di Tuskegee dipimpin Dr. John C. Cutler, yang ternyata juga pernah meneliti hal serupa di Guatemala. Alasan Cutler memilih Guatemala karena prostitusi di sana legal dan para tahanan boleh membawa wanita penghibur.
Dia menemukan total ada 696 pria dan wanita terkena sifilis, atau dalam beberapa kasus gonorea, melalui kunjungan penjara para pelacur. Ketika sifislis dirasa kurang efektif menulari mereka, para peneliti sengaja menyuntikkan bakteri sifilis ke tubuh korban.
Para ilmuwan memang menawarkan penisilin untuk mengobati mereka, tapi tidak jelas berapa banyak yang telah terinfeksi dan berapa banyak yang berhasil diobati. (AP | kd) (Photo. Reuters)
0 komentar