MATADUNIA ONLINE | JAKARTA - Mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Sutiyoso, memandang bahwa wacana pemindahan ibukota negara pada dasarnya baik. Sutiyoso pun setuju dengan syarat mesti realistis dengan kondisi yang ada.
"Pemindahan ibukota itu artinya akan mengurangi beban Jakarta. Ide itu bagus. Cuma yang kita tanyakan adalah kapan, di mana, dan teknisnya bagaimana?" Kata Sutiyoso usai diskusi di gedung DPD RI, Jakarta, Jumat 1 Oktober 2010.
Ide pemindahan ibukota negara yang muncul sekarang ini, menurut Sutiyoso, karena dilatarbelakangi kemacetan yang sangat parah di Jakarta. Oleh karena itu semestinya menangani masalahnya adalah dengan menyelesaikan kemacetan itu dulu. Caranya menyebar fungsi dan peran kota yang ada di Jakarta ke berbagai wilayah di sekitarnya agar bebannya berkurang.
"Inilah (Jakarta) satu-satunya kota yang menerima beban yang sangat besar. Pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat ekonomi, pusat pendidikan, pusat pariwisata, juga pusat kebudayaan. Inilah yang menjadi magnet lalu membuat rakyat Indonesia dari mana-mana berkumpul di Jakarta. Sehingga sampai pada suatu tingkat yang sudah sangat overloaded," kata Sutiyoso.
Dalam kondisi warga atau masyarakat yang menumpuk melebihi kapasitas yang ada seperti itu, Jakarta pun jadi menerima dampak sosial perkotaan seperti muncul daerah kumuh, kriminalitas tinggi, dan tentu saja kemacetan termasuk dalam hal ini.
Sementara pemindahan ibukota itu, menurut Sutiyoso, juga harus mempertimbangkan kondisi keuangan yang ada sekarang ini. Tidak mudah begitu saja memindahkan ibukota karena mesti menyiapkan segala infrastruktur dan hal penunjang lainnya, memperhitungkan jangka waktu pembangunan, serta keterkaitan peran dan fungis kewilayahan. Untuk itu semua bukan anggaran yang kecil, bisa menghabiskan ratusan triliun rupiah dari APBN dan APBD.
Menurut Sutiyoso sebaiknya pemindahan ibukota dilakukan di tempat yang dekat saja dan dilakukan secara bertahap selama beberapa tahun. Tempat yang dekat agar infrastruktur yang sudah ada di Jakarta tidak menjadi mubazir. Sedangkan pembangunan bertahap di tempat yang baru, agar menyesuaikan dengan kondisi keuangan yang ada dan mempersiapkan segala sesuatunya pun bakal relatif tidak terlalu berat.
"Karena itu, alternatifnya adalah membuka megapolitan dan membuka pusat pemerintahan di suatu tempat," kata Sutiyoso. Jadi, pemindahan Ibukota hendaknya dilakukan ke kawasan terdekat seperti yang dilakukan Malaysia.
Sutiyoso juga menilai pemindahan ibukota ke Jonggol, sebagaimana Presiden Soeharto pernah mewacanakannya dulu, relatif lebih menguntungkan dari segi biaya. Berapa persisnya anggaran yang dibutuhkan untuk pemindahan ibukota negara ke Jonggol itu, Sutiyoso tidak bisa menghitung secara pasti. Tetapi menurutnya apabila ibukota negara pindah ke Jonggol pasti akan relatif lebih murah daripada ke tempat lain, apalagi hingga pindah ke pulau lain.
"Ini sama seperti yang dilakukan Mahathir Muhammad ketika memindahkan kantornya ke Putrayaya dan ini sangat memungkinkan," kata Sutiyoso.
Namun, menurutnya sekarang ini menyelesaikan permasalahan yang ada di Jakarta juga harus dilakukan. Karena wacana pindah ibukota itu muncul karena tidak mau mengalami macet di Jakarta. "Padahal menyelesaikan masalah macet itu jauh lebih murah ketimbang memindahkan ibukota," kata Sutiyoso.
Pemerintah saat ini sudah membentuk tim kecil mengkaji pemindahan ibukota. Beberapa hari lalu, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faishal Zaini menyebut, konsep matang pemindahan baru muncul 2011 nanti. (Viva)
0 komentar