BERITA PILIHAN

Parkir Harus Lebih Mahal dari Angkutan Massal

Share |

MATADUNIA ONLINE | JAKARTA - Tarif parkir di DKI Jakarta merupakan tarif parkir termurah ketiga di dunia, setelah kota New Delhi dan Bangalore. Koalisi warga Traffic Demand Management (TDM) menyatakan keadaan ini berbanding terbalik dengan negara maju lain, dalam mengatasi kemacetan.

Menurut Ketua TDM, Azas Tigor Nainggolan, tarif parkir di London, lebih mahal dari tarif transportasi massal. Sementara di Jakarta, transportasi massal lebih mahal dibanding tarif parkir.

"Jadi manajemen pengelolaan parkir tidak ada kemajuan," ujar Azas Tigor, dalam diskusi Pengelolaan Zoning Parkir di Jakarta, Jumat 15 Oktober 2010. Tarif parkir di DKI Jakarta merupakan tarif parkir termurah ketiga di dunia, setelah kota New Delhi dan Bangalore. Koalisi warga Traffic Demand Management (TDM) menyatakan keadaan ini berbanding terbalik dengan negara maju lain, dalam mengatasi kemacetan.

Menurut Ketua TDM, Azas Tigor Nainggolan, tarif parkir di London, lebih mahal dari tarif transportasi massal. Sementara di Jakarta, transportasi massal lebih mahal dibanding tarif parkir.

"Jadi manajemen pengelolaan parkir tidak ada kemajuan," ujar Azas Tigor, dalam diskusi Pengelolaan Zoning Parkir di Jakarta, Jumat 15 Oktober 2010.

Tigor mengatakan, seharusnya parkir itu tidak hanya sekedar untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD), melainkan untuk memanajemen lalulintas dan menekan kemacetan ibukota yang makin memprihatinkan.

Koalisi warga tetap ngotot untuk mengusulkan sistem zoning 1:3:5 untuk penerapan tarif parkir. Beberapa hasil investigasi TDM sejak 2007, kebanyakan tentang kebocoran pendapatan parkir di Jakarta.

Salah satunya, penjualan titik parkir. Pengelola gedung bisa membeli lahan parkir seharga Rp50 juta untuk seumur hidup. "Tiap hari pengelola wilayah parkir akan meminta jatah Rp100 ribu misalnya, sisanya untuk juru parkir dan pengelola," urainya.

Kasus lain yang ditemukan Tigor adalah keberadaan parkir gratis di perkantoran Harmoni. Menurut Tigor, agar tidak dipungut bayaran parkir, setiap bulan, kantor harus bayar Rp500 ribu kepada juru parkir wilayah. (sj)

Tigor mengatakan, seharusnya parkir itu tidak hanya sekedar untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD), melainkan untuk memanajemen lalulintas dan menekan kemacetan ibukota yang makin memprihatinkan.

Koalisi warga tetap ngotot untuk mengusulkan sistem zoning 1:3:5 untuk penerapan tarif parkir. Beberapa hasil investigasi TDM sejak 2007, kebanyakan tentang kebocoran pendapatan parkir di Jakarta.

Salah satunya, penjualan titik parkir. Pengelola gedung bisa membeli lahan parkir seharga Rp50 juta untuk seumur hidup. "Tiap hari pengelola wilayah parkir akan meminta jatah Rp100 ribu misalnya, sisanya untuk juru parkir dan pengelola," urainya.

Kasus lain yang ditemukan Tigor adalah keberadaan parkir gratis di perkantoran Harmoni. Menurut Tigor, agar tidak dipungut bayaran parkir, setiap bulan, kantor harus bayar Rp500 ribu kepada juru parkir wilayah. (sj)

lintasberita

0 komentar

Leave a Reply

Advertisment